PADANG, RELASIPUBLIK – Pelaksanan Pilkada serentak ditengah pandemi Covid-19 yang digelar 9 Desember 2020 sejumlah konsekuensi harus dihadapi pemerintah dan penyelenggara pemilu KPU, Bawaslu dan DKPP karena anggaran membengkak drastis dan perlu dukungan pemerintah yang maksimal.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Khairul Fahmi mengatakan, ada dua hal yang harus dihadapi penyelenggara, pertama, harus menyiapkan protokol kesehatan dengan anggaran yang tidak sedikit jumlahnya. Lalu yang kedua, tambahan anggaran Pilkada yang sangat berat ditengah pandemi.
“Dari beberapa daerah yang menyelenggarakan Pilkada meminta anggaran yang telah dihibahkan untuk dikembalikan ke Pemda untuk dipergunakan untuk penanganan Covid-19” kata Khairul Fahmi, Kamis malam 23 Juli 2020.
Lanjut Khairul Fahmi, Penyelenggaraan Pilkada serentak ditengah pandemi anggaran sangat besar, jadi penggunaannya agar berhati-hati dan payung hukumnya supaya tidak ada masalah dikemudian hari.
Ditambahkan Khairul Fahmi, Untuk target partisipasi pemilih dalam pilkada serentak 2020 yang ditargetkan sebesar 77,5 persen tetap bisa tercapai.
Sementara itu, didalam Perppu No 2 Tahun 2020 telah diputuskan jadwal pelaksanaan Pilkada serentak seperti kejelasan status tanggap darurat nasional sebagaimana Keppres 12 2020 dan keserentakan pemilu sebagaimana putusan MK 55 Tahun 2019 yang dirasa tidak memungkinkan dilakukan 2024. Namun dengan demikian, secara hukum Pilkada tetap juga bisa diselenggarakan 9 Desember 2020.
Pilkada harus berjalan sesuai dengan nilai demokrasi dan dilakukan secara adil, jujur, akuntabel dan standar penanganan Covid tetap harus dilaksanakan secara maksimal.(nov)