Pertama, lembaga survey bukan Tuhan.
Hasil survey berpihak pada
pengetahuan.
Pengetahuan itu beradat obyektif. Bukan subjektif. Bukan perasaan. Hulu pengetahuan itu, pikiran. Targetnya mengupayakan mendekati kebenaran.
KAJIAN KEBENARAN
BERILMIAH BUKAN
BEREMOSIONAL
Tak ada kebenaran yang hakiki, kecuali kebenaran ilahi.
Kebenaran itu teruji. Kalau ia berkaedah ilmu, pantas dan patut disebut ” berilmiah”.
Kebenaran ilmu itu objektif. Rasional. Ia tak reaksional. Ia justru meneduhkan reaksional itu sendiri dan menyadarkan kontradiksi.
Karena nyaris tak bercelah untuk dibantah maka berilmiah bukan beremosional.
Sejatinya, hasil survey bukan alat propaganda. Ia justru penghadang propaganda.
Mengapa?
Propaganda merangkai pesan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang utk kepentingan kontemporer. Kepentingan terkini.
Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif. Ia dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau membaca.
Propaganda menghasilka reaksi emosional daripada reaksi rasional.
Propaganda, bertujuan mengubah dan mengacak-acak pikiran kognitif. Narasinya kuat diksi ( kata) sehingga kita dapat membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang kita kehendaki.
Ia jauh dari ruang ilmiah. Sementara ruang penelitian adalah ruang ilmiah.
Propaganda itu sugesti yang mengirim pesan ke pikiran. Ia menghipnosis. Menghisap!
Ia membius. Ia membentuk. Ia menggiring. Ia bagaikan lukah. Sekali orang terkena, maka orang sulit mengubah persepsinya.
Propaganda bakat dan kepandaian praktis.
Penelitian adalah ruang ilmu yang obyektif.
Propagandis mengirimkan pengaruh. Peneliti mengirimkan data.
Penelitian bukan poster di tengah balai atau meme atau cerita dari susunan aksara yang simpang siur di tengah dunia maya.
Ruang kita harus jelas. Ruang penelitian adalah ruang ilmuwan bukan rumah pemain apalagi yang ikut memainkan.
Jangan seperti perubahan fisika. Berubah wujud tapi zat tetap sehingga ” pemain” menyusup ke ruang penelitian yang dapat mengakibatkan ” kejahatan pikiran”.
Ilmuwan itu tempatnya ” tinggi” dan marwahnya kuat. Ia orang mulia. Pahalanya sepanjang masa.
HASIL SURVEY
BUKAN KETETAPAN
Dan
…
Hasil survey mirip ” kompas” . Ia arah untuk bagaimana mencapai tujuan sesuai apa dan di mana yang diinginkan dalam waktu cepat berasas efisiensi.
Meneliti adalah mengurai. Bukan mengirai ngirai. Mengurai beralat kecerdasan dan mengirai beralat kepentingan subjektif.
Hasil penelitian adalah kecerdasan yang mengurai dalam pemetaan yang detil.
Tukang survey bukan tukang insinyur. Bukan tukang politik. Bukan pula tukang tokok. Bukan tukang simpai. Bukan tukang sikut.
Hasil survey membuat irang tercerahkan bukan membuat orang terdengat.
Tukang survey adalah tukang yang hendak berupaya mencari jawaban yang tepat. Bukan menentukan jawaban yang tepat.
Yang menentukan jawaban yang tepat adalah ruang dan waktu yang harmonis dan serasi
Karena waktu dan ruang adalah penentu. Ia kuat karena ketetapan Tuhan. Bukan karena ketetapan hasil survey.
Karena penetap yang paling hakiki itu adalah Tuhan.
Doa adalah upaya pengubah takdir. Kesungguhan adalah upaya pengubah nasib.
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya (Ar-Ra’d : 11)
Manusia itu adalah arsitek bagi dirinya sendiri bukan diarsiteki oleh hasil survey. Tiap Manusia itu berpotensi menjadi pencipta sejarah, bukan dari hasil survey tapi adalah dari hasil kerja keras dan doa.
POLITIK BUKAN MATEMATIK
IA KEAJAIBAN TANGAN TUHAN
Walau alam berhukum sistimatis namun hidup bukan soal numerik. Politik bukan soal matematik. Hidup itu ” mistik” dan ghaib dan bukan semata meraih ghalib.
Hidup adalah ajaib. Keajaiban adalah milik tangan Tuhan.
Keghaliban berhukum relatif. Ia bersidang persepsi. Persepsi adalah ruang pandang di ladang optik.
Hasil survey adalah jalan pikiran. Bukan jalan kalangan. Bukan jalan penghalang. Ia adalah jalan pertimbangan asal dilaksanakan oleh orang orang cerdas tanpa emosional dalam niat yang bukan reaksional.
Menyurvei adalah memilah perasaan dengan pikiran.
Menyangkutpautkan perasaan dalam kerja penelitian adalah ‘ jalan kecelakaan hasil.
Seorang yang benar benar berilmiah menjauhkan diri dari urusan ” kepentingan” beraroma keinginan.
Menjadi seorang ilmuwan sejati itu memang tak mudah. Ia berintegritas. Ia tak pernah ” tergadai” dan ” tersandra”.
Ia harus benar seperti seorang sastrawan yang sedang bercerita menyusun novelnya dengan penuh kemerdekaan pikiran.
Jadilah seorang peneliti yang merdeka yang mau mati mempertahankan kebenarannya.
Socrates sang guru Plato lebih memilih opsi minum racun ketika dipaksa menghentikan penelitian atau ajaran.
Jadilah seorang Socrates dan jangan jadi orang sok tahu, sok hebat, sok benar, sok keren, sok pantas, sok patut.
Kalau hanya masih terngiang soal hukum dapur ” barasok” sebaiknya jangan memilih utk jadi ilmuwan atau sastrawan, jadi usahawan sajalah.
Untuk itu mari kita sadar dan kembali pada hakikat diri bahwa sesungguhnya hidup bukan untuk “dibayar”tapi berpikir untuk meraih cita cita…
Tanpa cita cita, hidup hanya menjadi boneka tanpa mata hati.
Ibarat cinta,mari kita memperbaharui semangat tiap hari biar jernih jalan pikiran dan bersih ketetapan hati.
Jauhkan niat mengalang. Hindari niat menyimpai. Jauh hauhkan diri dari hasut, iri dan dengki.
Keburukan akan melahirkan keburukan. Kebaikan melahirkan kebaikan. Kekerasan melahirkan kekerasan.
Mari kita dekat dekatkan diri pada perbuatan positif dan menjauhlah dari pikiran dan perbuatan negatif .
Sepesanku, sumur tanpa mata air adalah air mata bagi para penimba.
Tuhan memberi kita pikiran untuk meneliti ” kebebaranNya” bukan untuk meneliti kebenaran saku-sakunya”.
Kuncinya N besar dan n kecil.
BERPIKIR
BUKAN
MENGGERUS
Berpikirlah dengan terus menerus, bukan terus menerus berpikir menggerus.
Selagi hati keruh, pikiran tak pernah jernih. Pada saat itu penelitian kita kalah karena niat yang salah. Kita tak menjadi Socrates tapi menjadi seorang Samurai yang sedang asik berpesta anggur sampai mabuk kemudian ditikam dari depan oleh si Bungsu!
Jangan pernah dikalahkan oleh penelitian seolah-olah dari orang orang yang seolah olah menjelma menjadi peneliti.
Orang orang seolah olah itu orang lelah yang kalah di ruang ilmiah sehingga ia tersiksa oleh baju ” akademisnya”.
Bila merasa belum patut, bagusnya diam. Gigi nan maju surutkan dulu.
Kita orang beriman. Bersandar diri pada Tuhan bukan pada hasil penelitian.
Kepastian di atas dunia itu hanya satu, yakni hidup pasti mati. Selebihnya adalah kemungkinan.
Untuk mewujudkan kemungkinan menjadi nyata adalah dengan doa dan ikhtiar, bukan dengan hasil penelitian.
Orang cerdas membuka jalan pikiran, orang dungu menutupnya.
Orang busuk menggelapkan, orang wangi mencerahkan.
Orang kalah berairmata orang menang bermata air.
Orang takut pesimis, orang berani tersenyum manis.
Orang negatif beradat pasif, orang positif beradat aktif.
Orang cerdas bercerita cerah orang bodoh bercerita keruh.
Orang canggung gugup aksaranya, orang tanggung gugup tegaknya.
Jadilah orang untuk orang, bukan jadi orang untuk diri sendiri.
Rasai!
Bukittinggi 11 Juli 2020/ oo29