PADANG, RELASIPUBLIK – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), telah melakukan kajian laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tehadap penggunaan, kepatuhan belanja barang dan jasa, serta belanja modal pemerintah daerah tahun 2018 dan 2019.
Dari kajian tersebut terungkap, adanya kebihan bayar dibeberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD), namun tidak terlalu signifikan.
Ketua DPRD Sumbar Supardi mengatakan di ruang kerjanya, baru – baru ini , dari pemeriksaan BPK terdapat beberapa poin yang menjadi perhatian.
Diantaranya adalah, keretakan struktur bagunan Main Stadion Sikabu yang masih dalam proses pembangunan. Setelah itu,
Di beberapa rumah sakit milik daerah dan dinas pendidikan (Disdik). Dari beberapa hal yang menjadi perhatian BPK tersebut , terdapat kelebihan pembayaran dan proses pengerjaan yang tidak sesuai mekanisme.
” Secara keseluruhan kelebihan bayar yang menajdi temuan BPK tidak terlalu banyak, di rumah sakit milik daerah umumnya pada tenaga outsorcing, ” katanya.
Dia mengatakan untuk Disdik pertanggungjawaban penggunaan dana bos belum sesuai aturan dan hal tersebut menjadi bahan evaluasi. Tidak hanya itu, pengadaan alat multimedia interaktif sebagai sarana pembelajaran terdapat kelebihan bayar senilai Rp 1,4 miliar.
” BPK menilai, pengadaan ini tidak efektif untuk kelangsungan operasional SMA/ SMK. Hal ini harus ditindaklanjuti,” katanya.
Dia mengatakan BPK meminta adanya langkah pengawasan program dan kegiatan mesti relevan terhadap kebutuhan OPD, untuk pengadaan multimedia, menjadi sorotan oleh BPK.
Untuk Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumbar, terdapat ketidak sesuaian volome kinerja faktual untuk pembangunan Main Stadion Sikabu. Itu terjadi pada, tahap kelima tahun 2019 dan keempat 2018, termasuk juga permasalahan adendum.
Supardi mengingatkan, salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah provinsi adalah terkait konsisteni dalam program dan kegiatan di dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
Selain juga perlunya komitmen yang kuat untuk mendorong peningkatan belanja modal untuk percepatan pembangunan daerah.
Dari aspek konsistensi, lanjut Supardi, rancangan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) masih belum dijadikan acuan dalam penyusunan program dan kegiatan prioritas pembangunan daerah yang akan ditampung dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
“Hal ini berdampak pada alokasi anggaran untuk pencapaian target kinerja RPJMD,” ujarnya.
Sedangkan dari aspek belanja modal, alokasi yang disediakan relatif masih redah dibanding alokasi belanja barang dan jasa. Kondisi ini, menurut Supardi, akan berdampak terhadap penambahan aset daerah yang tidak sebanding dengan alokasi belanja daerah.
“Ini perlu menjadi perhatian, konsisten dalam program dan kegiatan dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah serta komitmen yang kuat mendorong peningkatan belanja modal untuk percepatan pembangunan,” ulasnya. (DEWI)