PADANG, RELASIPUBLIK – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat mengadakan diskusi bersama terkait evaluasi fasilitasi kampanye pemilu tahun 2019 dengan stakeholder di Pangeran Beach Hotel, Kamis (22/8)
Anggota KPU Sumbar Gebril Daulay mengatakan kegiatan tersebut dalam rangka mengevaluasi kegiatan kepemiluan khususnya terkait dengan kampanye yang difasilitasi oleh pihak KPU kepada peserta Pemilu 2019
Pada Pemilu 2019, kegiatan kampanye yang difasilitasi KPU Sumbar yakni dalam hal alat peraga kampanye (APK).
“APK yang difasilitasi KPU adalah baliho dan spanduk. Lalu, KPU mencetak APK tersebut berdasarkan desain dan materi yang disampaikan oleh peserta Pemilu,” jelas Gebril Daulay.
Namun yang terjadi, masih banyak peserta Pemilu yang terlambat menyerahkan desain dan materi tersebut. Padahal, pihak KPU sudah memberikan toleransi serta sudah dibiayai dan difasilitasi.
“Saat membuat kesepakatan, sudah diberikan gambaran bahwa ukuran maksimal baliho yang ditetapkan itu 4×7 meter. Tetapi yang paling mudah itu kan ukuran 3×4 meter atau 3×3 meter. Nah saat itu yang disepakati 4×6 meter,” jelas Gebril Daulay.
“Ketika, baliho itu diserahkan kepada KPU muncul pertanyaan. Kok sebesar ini? Sehingga untuk membawanya saja kewalahan. Artinya salah satu problem yang ditemukan yakni ketika pembahasan menginginkan ukuran besar, tetapi ketika diimplementasikan akhirnya kerepotan,” ungkap Gebril Daulay.
Selain desain dan materi, kendala lain yang muncul terkait APK yakni dari sisi penetapan lokasi untuk pemasangan alat kampanye tersebut.
Kata Gebril, persoalan dihadapi oleh pihak kabupaten/kota. Mereka kesulitan mengidentifikasi ruang publik yang bisa dijadikan tempat pemasangan APK di wilayahnya sehingga prosesnya lambat.
“Sebetulnya pemasangan APK itu sudah diatur titik lokasinya. Sudah disampaikan juga kepada partai politik terkait berapa jumlah dan ukuran yang diperbolehkan. Namun jika ada pelanggaran itu sudah ranah Bawaslu untuk menegakkan aturan,” sambung Gebril
Kemudian, juga lokasi pemasangan APK ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) oleh bupati dan walikota. Dan itu sudah hasil koordinasi dengan pihak provinsi.
Namun, dalam pelaksanaannya, proses untuk mendapatkan ruang publik itu lambat dari pihak kabupaten dan kota. Sebab mereka butuh koordinasi juga dengan pemerintah kecamatan, desa, dan nagari.
Kemudian juga lokasi yang ditetapkan itu bentuknya SK. Dalam SK itu hanya tercantum narasi sehingga peserta pemilu ketika memasang alat peraga kampanye di lapangan bingung untuk menyesuaikan antara lokasi yang ada dalam SK dan rill di lapangan.
Lalu, permasalahan lain yakni adanya perubahan lokasi pemasangan APK berdasarkan masukan dari peserta Pemilu.
Ke depan, kata Gebril pihaknya akan mendorong peserta Pemilu agar materi APK yang disampaikan lebih spesifik dan fokus pada program unggulan.
Lalu, soal fasilitasi kampanye dari KPU perlu atau tidak perlu, kata Gebril, filosofinya tetap kepada perlunya keadilan dalam kontestasi.
“Kami juga sudah memikirkan untuk perubahan regulasi yang akan disampaikan kepada KPU RI. Lalu kemudian akan berkoordinasi dengan kabupaten/kota,” ujar Gebril Daulay.
Sementara Komisioner Bawaslu Sumbar Vifner juga menyampaikan bahwa saat kampanye kemarin terlihat banyak pelanggaran yang terjadi.
“Kalau dilihat, pelanggaran terjadi saat kampanye yaitu membagi-bagikan sembako atau semacamnya, padahal dalam kampanye itukan harus ada penyampaian visi-misi dari caleg, kalau kebanyakan yang dilihat orang berkampanye hanya untuk kegiatan berbagi saja, jadi terlihat tidak ada pencerdasan politik disana,” katanya.
Terkait APK, Vifner mengataan banhwa pemasangan APK saat kampanye kemarin juga banyak terjadi pelanggaran.
“Pemasangan APK banyak yang terlihat ada diluar zona, tidak jelas, sepertinya KPU terlalu sempit memberkan zona kepada peserta , dan ini harus di evaluasi lagi oleh teman-teman KPU,” ujarnya.
Untuk kampanye yang menggunakan media sosial pun, Vifner mengatakan bahwa masih saja banyak lolos dari akun yang di daftarkan.
“KPU kan memberikan 10 akun untuk didaftarkan di media sosial untuk berkampanye, namun itu menrut saya tidak menjadi solusi, sebab jaman sekarang untuk membuat akun baru dengan kepemilikan yang tidak jelas itu gampang, jadi banyak yang terjadi dengan akun yang tidak jelas tersebut menjadi provokasi, entah itu dari caleg mana, yang jelas tujuan didalamnya untuk menjatuhkan saingannya, dan ini mesti juga harus di evaluasi lagi oleh teman-teman KPU,” terangnya.
Vifner juga menyangkan masyarakat dengan ketahuannya atas akun palsu yang melakukan hal semacam itu.
“Sangat disayangkan sekali masyarakat kita, ia tidak berani melaporkan jikalau ada akun yang terbukti melakukan hoax, malah kebanyakan masyarakat kita menerima akun yang menyebarkan info hoax tersebut, dan menikmatinya, sebab kita tahu info-info palsu itu ada beberapa masyarakat yang bahkan suka atau menjadikannya bahan obrolan,” ujarnya. (Dewi)