Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMATERBARU

Pedagang Pasar Aur Kuning Minta Perwako Dicabut

173
×

Pedagang Pasar Aur Kuning Minta Perwako Dicabut

Sebarkan artikel ini

PADANG, RELASIPUBLIK — 12 Ribu pedang pasar Aur Kuning sangat resah dan merasa tidak nyaman dengan Perwako Bukittinggi nomor 40 dan 41 yang diterapkan pada Januari 2019 tersebut.

Mereka meminta Perwako tersebut dicabut, karena Perwako Bukittinggi itu sangat memberatkan kami- kami para pedang pasar Aur Kuning,” ujar salah satu perwakilan pedagang pasar Aur Kuning Rinaldo saat mengadukan nasib nya ke DPRD Sumbar ,Pada (29/10/2019) di Ruang Ketua DPRD Sumbar

Rinaldo bersama puluhan pedagang pasar Aur Kuning Kota Bukittinggi lainya menyampaikan aspirasi tersebut kepada ketua DPRD Sumbar terkait pelaksanaan Perwako Bukittinggi yang sangar memberatkan mereka.

Disisi lain Ketua Gerakan Ekonomi dan Budaya (Gebu) Minang Buya Boy Lestari Dt Palindih yang mewakili puluhan ribu pedagang yang terancam dengan keberadaan Perwako tersebut, dalam pertemuan nya bersama ketua DPRD Sumbar bersama perwakilan pedagang pasar Aur Kuning.

“Menurut Buya Boy Lestari , Perwako itu mengharuskan pedagang membayarkan tarif retribusi naik sekitar 600 persen, selain itu pedagang juga tidak diperkenankan memindahkan ruko mereka kepada pihak lain,” katanya.

Menurutnya dirinya mencoba memfasilitasi agat pedagang ini mendapatkan solusi dari persoalan ini.

“Mereka telah berjuang baik melalui lobi kepada wali kota, DPRD Bukittinggi bahkan melakukan judicial review ke MK terkait Perwako tersebut,” katanya.

Dalam pertemuan itu ,beberapa pedang mengatakan pihaknya akan terus berjuang agar Perwako Bukittinggi nomor 40 dan 41 yang diterapkan pada Januari 2019 tersebut dicabut.

Dimana perwako ini meresahakn pedagang selain pemberlakuan kenaikan tarif. Pemerintah mengubah status toko dari hak guna bangunan menjadi hak sewa.

Hal ini menyebabkan kartu kuning sebagai tanda pengguna hak bangunan tidak lagi bernilai karena tidak dapat dijual kepada pihak lain dan dijadikan anggunan ke bank.

“Kami membeli bangunan ini dengan meminjam ke bank dengan harga yang tidak murah dan sekarang tidak bisa digunakan lagi,” katanya.

Ia mengatakan seluruh pedagang bernaung di bawah Persatuan Pedagang Pasar Aur Kuning meminta agar perwako ini dicabut dan mereka dibebaskan dari kewajiban retribusi ini selama lima tahun karena persoalan ini.

Kemudian mereka meminta hak penguasaan toko boleh dipindahtangankan dan dijadikan anggunan ke bank setempat.
Setelah itu mereka meminta pemerintah daerah meninjau kenaikan retribusi karena memberatkan.

“Kami bukannya tidak mau membayar namun kenaikan ini begitu besar dari awalnya Rp10 ribu per meter setiap bulannya naik menjadi Rp60 ribu per meter persegi,” katanya.

Apabila akan ada kenaikan retribusi, pihaknya meminta agar pemkot melibatkan pedagang dalam pembahasannya.

“Kami juga minta pemkot hentikan intimidasi ancaman karena kami belum membayar retribusi karena tarifnya mencekik leher pedagang,” katanya.

Ia mengatakan kedatangan mereka ke DPRD Sumbar agar legislator dapat memberikan rekomendasi kepada Gubernur Sumbar mencabut Perwako tersebut.

Kemudian meminta pemetintah mengembalikan penguasaan toko ke kondisi semula dan meminta agar kartu kuning milik pedagang dapat difungsikan seperti semula yakni untuk anggunan pinjaman dari bank.

“Kami minta agar pemerintah meninjau kenaikan tarif retribusi dan melibatkan pedagang dalam menaikkan retribusi,” katanya.

Menangapi hal itu, Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi mengapresiasi langkah pedagang yang terus berjuang.

“Kita akan pelajari dulu dan meminta agar dokumen yang ada ditinggalkan untuk ditindaklanjuti,” katanya.

Ia mengatakan akan serius dalam membahas persoalan ini dengan gubernur dan melakukan evaluasi.

“Kita juga akan melakukan kunjungan ke lapangan untuk mengetahui kondisi di lapangan,” katanya. Dewi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *