Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMABISNISDAERAHHUKUM & KRIMINALINTERNASIONALNASIONALOLAHRAGAOPINIPARIWARAPARIWISATAPENDIDIKANPERISTIWAPOLITIKSENI & BUDAYATERBARU

Menangkap ‘Otak’ Pelaku Perusak Mandeh

251
×

Menangkap ‘Otak’ Pelaku Perusak Mandeh

Sebarkan artikel ini

Oleh: Desriko Malayu Putra | Pengiat Lingkungan Sumbar, Sekjen PBHI Nasional

Sejak mencuatnya kasus Mandeh, mulai dari persoalan pembabatan hutan, penggunaan terumbu karang untuk membangun dermaga, pengrusakan hutan mangrove, penimbunan bibir pantai, pemangkasan areal perbukitan sampai pada aktifitas pembangunan tak berizin di kawasan Mandeh. Jika ditelusuri lebih dalam akan lebih banyak lagi sub-topik persoalan mandeh yang masih mungkin bisa ditemukan. Dengan turunnya sejumlah instansi Pemerintah seperti Polda Sumbar, Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Tim Terpadu Pemkab Pesisir Selatan, merespon persoalan Mandeh dan melakukan investigasi mendalam mengenai pengrusakan pada kawasan tersebut, kami yakin dan percaya usaha tersebut mampu menemukan siapa ‘otak’ pelaku dibalik pengrusakan tersebut.

Beredar kabar bahwa Direktorat Jendral Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan tersangka terhadap salah seorang pejabat di Kabupaten Pesisir Selatan. Tersangka yang merupakan seorang petinggi di Kabupaten Pesisir Selatan memang pernah disebut-sebut sebagai orang yang turut terlibat dalam kasus pengurusakan di Mandeh, namun tidak banyak informasi menyebutkan bagaimana bentuk keterlibatannya. Akan tetapi proses penetapan seseorang menjadi tersangka tidaklah mudah karena harus melalui tahapan pemeriksaan penyidik, pendalaman berkas dan bukti permulaan yang cukup. Jika merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan; Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Bagaimanpun itu, kasus pengrusakan Mandeh telah diperoses, diperiksa dan ditangani oleh Instansi yeng berwenang.

Siapapun juga yang melakukan pengrusakan di kawasan Mandeh harus dihukum, khususnya pada pengrusakan yang sengaja membabat hutan lindung untuk kepentingan bisnis guna mendukung kegiatan pariwisata di kawasan Mandeh. Alangkah terkutuknya jika kerusakan Mandeh justru erat hubungannya dengan Pejabat Nomor Dua di Kabupaten Pesisir Selatan. Sebagaimana diketahui seluas 1,2 hektar hutan bakau dirusak di kawasan Mandeh. Kerusakan ini diduga terjadi bersamaan dengan adanya aktifitas pembangunan homestay atau penginapan pada lokasi tersebut, selain itu ada indikasi pengrusakan dan penggunaan terumbu karang yang akan digunakan sebagai material pembangunan dermaga pribadi. Indikasi berikutnya bahwa pembangunan tersebut tidak mengantongi izin, dan termasuk tidak memiliki izin lingkungan.

Jangan Menunda Pelimpahan Berkas

Jika benar bahwa penyidik telah mengantongi bukti permulaan yang cukup atau dua alat bukti yang valid dan telah menetapkan tersangka pelaku pengrusakan di kawasan Mandeh alangkah baiknya kasus ini segera dilimpahkan pada kejaksaan. Jangan menunda-nunda pelimpahan berkas, agar kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita bersama, serta dapat dijadikan contoh nyata penyelamatan lingkungan di Sumatera Barat dan umumnya di Indonesia.

Jangan gegabah dan merasa cukup dengan keterangan, berkas-berkas serta bukti yang telah dikantongi saat ini, dalami setiap unsur perbuatan pidana yang disangkakan terhadap pelaku. Kemudian penegakan hukum terhadap kasus ini harus mengedepankan prinsip perlindungan lingkungan, bahwa lingkungan merupakan ekosistem yang harus dipertahankan, dilindungi dan dijaga kelestariannya. Lingkungan merupakan bagian terpenting yang berperan bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup.

Menjaga Pengembangan Mandeh

Kawasan Wisata Mandeh ditetapkan melalui Keputusan Bupati Pesisir Selatan No 9 Tahun 2003 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup Wisata Mandeh. Kawasan ekowisata bahari yang memiliki prospek wisata yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari berskala nasional karena lokasi dan kondisinya mirip dengan kawasan wisata bahari Raja Ampat di Papua Barat. Kabupaten Pesisir Selatan memiliki pantai dan laut yang merupakan sumberdaya alam strategis untuk dikembangkan pada sektor pariwisata, namun tetap mengedepankan pengelolaan yang ramah lingkungan. Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh dapat dikembangkan bertaraf internasional, maka seluruh sektor pembangunan akan mengarah pada kawasan itu. Jika tidak hati-hati, maka Kawasan Mandeh akan mengalami tekanan tinggi dari aktifitas pembangunan bahkan dapat berujung pada kerusakan lingkungan. Oleh karenanya pengelolaan pengembangan Kawasan Mandeh harus dilaksanakan dengan baik yaitu dengan memperhatikan kaedah keberlanjutan terhadap lingkungan.

Beberapa tahun belakangan intensitas kunjungan wisatawan meningkat di Kawasan Mandeh, terutama pada tahun 2015 hingga 2016 dan patut disadari juga bawa peningkatan signifikan kunjungan wisatawan tersebut belum berdampak pada peningkatan pemasukan daerah dari setiap restribusi wisatawan yang datang. Diakui, permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan Mandeh adalah belum adanya cetak biru (Blueprint) pengembangan kawasan wisata bahari ini apalagi dokumen rencana pengembangan wisata berkelanjutan. Miris memang, namun justru keterlambatan penyusunan dokumen pengembangan Kawasan Mandeh dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk bertindak tanpa kontrol di lokasi tersebut. Para pemodal setiap waktu dapat saja mengkaveling tanah-tanah di sekitar Mandeh, aktifitas jual beli lahan meningkat dan bahkan kawasan hutan lindung yang tidak jauh dari lokasi tersebut kini terancam punah. Tentu saja kondisi akan memperparah tekanan lingkungan atas beragam aktifitas disana dan kemudian memperbesar peluang gagalnya pengembangan Mandeh. Tantangan berikutnya adalah sulitnya terbangun model pengembangan wisata bahari ramah lingkungan yang terintegrasi dengan berbagai kepentingan banyak pihak, masyarakat, pemerintah dan pelaku usaha.

Pada prinsipnya, pengembangan kawasan wisata harus dimulai dengan perencaan sebagai titik intervensi kebijakan dari pembangunan. Di Mandeh, perencanaan ini yang mungkin tidak ada sehingga seiring dengan semakin terkenalnya Kawasan Mandeh disaat bersamaan semua orang ‘membabibuta’ mencari lahan, mendirikan lapak atau warung, mendirikan bangunan rumah serta membangun berbagai fasilitas lainnya guna menunjang geliat pariwisata tanpa bimbingan dan arahan dari Pemerintah. Jika ingin berbenah, pengembangan kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh harus berbasis konsep wisata yang berkelanjutan yang setidaknya memuat aspek, diantaranya: kelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat, keterpaduan dan kepuasan pengunjung. Kita berharap Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan sadar dengan kerusakan terjadi saat ini, diantaranya disebabkan karena kelalaian dalam membuat perencaan dalam pengembangan Kawasan Mandeh.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *