Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMABISNISTERBARU

Butuh Keseriusan Pemerintah, Di Eropa Harga Gambir Bisa Capai Rp 4,5 Juta Per Kilo

185
×

Butuh Keseriusan Pemerintah, Di Eropa Harga Gambir Bisa Capai Rp 4,5 Juta Per Kilo

Sebarkan artikel ini

LIMAPULUH KOTA, RELASIPUBLIK- Sejak beberapa tahun terakhir ini, kondisi petani gambir di Kabupaten Limapuluh Kota sangat memprihatinkan. Hal itu bukan akibat hasil pertanian gambir yang buruk ataupun menurun. Tetapi melainkan akibat harga jual gambir yang kian merosot sampai di tangan pengepul.

Untuk saat ini, harga gambir berkisar antara Rp 25ribu sampai Rp30 ribu perkilo nya. Sehingga harga tersebut tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan petani untuk mengolah daun gambir sampai menjadi bongkahan sari gambir siap jual.

Chandra, salah seorang pengusaha gambir Limapuluh Kota yang sempat diwawancari beberapa waktu lalu mengatakan, harga normal untuk gambir berkisar sekitar Rp60.000 per kg. Menurutnya, harga sebanyak itu sudah bisa tutupi biaya operasional pengolahan gambir. Dari pemetikan daun di ladang, pengolahan daun sampai  menghasilkan sari gambir hingga sudah bisa cetak sampai dijemur.

“Harga Rp60.000, petani sudah bisa mengambil untung untuk kebutuhan ekonomi. Itu hanya sekedar makan dan belanja anak-anak,” ucap Chandra.

Keprihatinan terhadap nilai jual gambir tersebut, tidak hanya dirasakan oleh petani saja. Melainkan perantau sekaligus pengusaha sukses asal Limapuluh Kota yang berdomisili di luar negeri pun turut sedih. Seperti yang dirasakan Zamhar Pasma Budi Datuak Tore Bandaro.

Putra asal Bonjo Loweh, Bukit Barisan tersebut sangat teriris mengetahui rendahnya harga gambir yang diterima petani di kampung halaman. Padahal, katanya harga gambir tersebut sangat lah mahal di pasar dunia.

“Mendengar harga gambir cuma puluhan ribu perkilo nya dikalangan petani, rasanya saya mau menangis saja. Kenapa begitu sangat rendah,”ucap Zamhar. Menurut pria yang sudah melalang buana ke berbagai benua tersebut, harga gambir di negara produksi sangat lah mahal.

“Di Eropa, saya punya teman pemilik pabrik cat. Kami satu kampus dan satu angkatan. Di pabrik itu, gambir adalah bahan utama yang digunakan untuk pembuatan cat,”tutur Zamhar. Dijelaskannya, di Eropa, gambir disebut dengan nama uncaria yaitu
bahan cat berkwalitas tinggi yang digunakan untuk cat pesawat, jet, kapal selam, satelit dan peluru berpandu.

“Di Eropa ada pabrik cat Jotun. Saya sempat berdikusi dengan pemilik pabrik yang juga teman saat kuliah, selama ini mereka selalu impor uncaria atau gambir dari India dengan harga USD 325 atau setara Rp 4,5 juta perkilo nya,”terang Zamhar.

Mendengar harga yang begitu tinggi, Zamhar sangat terkejut. Padahal, katanya, gambir yang masuk ke perusahaan teman satu angkatannya itu sama persis dengan gambir di Limapuluh Kota. “Sampai di pabrik adalah gambir murni, gambir tanpa campuran. Dan itu semuanya dipasok dari India. Setelah masuk pabrik, gambir diolah menjadi cat berkwalitas tinggi. Disini saya merasa sedih. Padahal, gambir India itu umumnya dari Indonesia dan 70 persen nya berasal dari Limapuluh Kota,”terang Zamhar.

Zamhar pun heran, kenapa gambir asal kampung halamannya harus ke India dulu untuk bisa sampai ke pabrik pengolahan di Eropa. “Padahal di daerah kita bisa membuat gambir murni ini. Setelah saya analisa, satu kilogram bongkahan gambir mampu mendapatkan tiga ratus gram gambir murni. Kenapa ini tidak dilakukan untuk mensejahterakan petani gambir,”ucapnya.

Menurutnya lagi, gambir yang saat ini harganya cuma puluhan ribu rupiah, bisa dibeli langsung ke petani dengan harga ratusan ribu bahkan jutaan rupiah perkilonya. Selain gambir murni, kata pengusaha yang bergerak pada bidang properti di Malaysia, IT dan energi di Dubai serta pemilik tambang batu bara di Kalimantan itu, harga air gambir juga dipatok dengan harga tinggi.

“Untuk air gambir, di Eropa diharga USD 56 atau setara Rp 784 ribu perliternya. Kita ada gambir, pasarnya jelas dan peluang terbuka lebar ke Eropa. Ini tentu perlu keseriusan pemerintah untuk hadir dalam mensejahterakan petani gambir. Caranya, tentu ada komunikasi langsung pemerintah dengan negara produksi gambir di Eropa. Kemudian pemerintah harus mematenkan nama gambir di daerah. Jadi gambir yang sampai ke Eropa cukup satu nama,”ucapnya lagi.

Dengan kondisi tersebut, Zamhar berkeinginan mengajak Pemkab Limapuluh Kota untuk mendatangi langsung pabrik pengolahan gambir milik temannya yang ada di Eropa. Sehingga nantinya pemerintah bisa hadir dalam meningkatkan harga gambir bagi petani Limapuluh Kota

“Kalau pemerintah daerah tidak ada anggaran, saya siap membiayai perjalanan ini dengan dana pribadi ke Eropa. Mari bersama-sama kita tinjau langsung. Sehingga nantinya gambir Limapuluh Kota bisa langsung masuk pabrik di Eropa,”ucapnya.

Sedangkan salah satu nagari penghasil gambir terbesar di Limapuluh Kota, yakni Nagari Durian Tinggi sepakat untuk memanfaatkan peluang pasar gambir langsung ke Eropa apalagi adanya dukunhan dari pemerintah daerah. Melalui Walinagari Durian Tinggi, Ardi Ekis berupa merangkul seluruh petani gambir untuk menjaga mutu gambir Durian Tinggi.

“Setiap bulan ada sekitar 40 ton gambir keluar dari Durian Tinggi. Sekarang pasar kita bisa langsung ke pabrik di Eropa. Ini adalah peluang besar untuk mensejahterakan petani,”kata Ekis.

Sementara, salah seorang anggota DPRD Limapuluh Kota dari Kapur IX Gusti Randa akan mendorong DPRD setempat untuk membuat regulasi khusus tentang gambir, termasuk mematenkan nama gambir asal Limapuluh Kota.

Secara terpisah, Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan mengakui harga gambir dunia memang tinggi, terutama sampai ke Eropa. “Selama ini, gambir kita ke India untuk di olah. Gambir yang masuk pabrik tersebut, katanya sudah berbentuk katechin sebagai bahan industri. “Katechin gambir ni harganya memang mahal. Kita belum bisa menjadikan gambir ini berupa katechin,”ucap Ferizal Ridwan.

Tentang ajakan Zamhar terhadap daerah untuk mendatangi langsung ke pabrik gambir yang ada di Eropa, Ferizal Ridwan mengakui belum bisa dilakukan. Apalagi untuk keluar negeri, harus melalui kajian panjang. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *