Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMADAERAHHUKUM & KRIMINALNASIONALPENDIDIKANPERISTIWATERBARU

12 Siswa SMPN 2 Linggo Sari Baganti Tidak Naik Kelas

594
×

12 Siswa SMPN 2 Linggo Sari Baganti Tidak Naik Kelas

Sebarkan artikel ini

PAINAN, RELASIPUBLIK – Bola panas kian mengelinding ketika beberapa Media Masa terbitan Sumbar menyoroti Proses Belajar Mengajar (PBM) di SMPN 2 Linggo Sari Baganti yang diduga melanggar acuan Kurikulum tahun 2013 . Seperti yang dilansir Media Online Relasipublik.com dengan judul ” Di Ranah Minang Ada Guru Yang Tidak Membina”.

Sangat aneh jika ada anak didik saat ini tidak naik kelas, dua tahun berturut-turut. Padahal kuriculum 2013 intinya focus pada pembinaan siswa serta kerjasama antara guru dan orang tua. Hal tersebut ternyata tidak ada penerapannya pada salah satu sekolah di kabupaten Pesisir Selatan.

Fajri salah sorang siswa SMPN 2 Linggo Sari Baganti  menjadi korban ketidak mampuan guru dalam membina.

Fajri tidak naik kelas dalam 2 tahun berturut, padahal orang tuanya tidak pernah mendapat informasi apapun tentang kekurangan anaknya, dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Hal tersebut diketahui ketika mengambil raport anaknya.

Kalau merujuk pada acuan curiculum 2013, guru dan orang tua saling berkordinasi untuk peningkatan mutu didik anak, dan guru wajib memberikan konseling pada siswa yang memiliki permasalahan pembelajaran dan psychis.

Ironisnya, pada tahun ajaran 2018 – 2019 sebanyak 12 siswa mengalami kegagalan yang dinyatakan tidak naik kelas. Demikian kata Kepala Sekolah SMPN 2 Linggo Sari Baganti Syafrinal,S.Pd saat dikonfirmasi, Selasa (23/07/2019) diruang kerjanya.

Syafrinal membantah bahwa sekolah tidak melakukan proses belajar mengajar dengan benar ” kita sudah mengikuti teknis dan juknis standar pendidikan di SMP dan kita juga sudah panggil orang tua siswa menyampaikan hasil penilaian pendidikan anaknya bahkan kita juga sudah mengirim surat kepada orang tuanya masing-masing siswa namun khusus orang tua Fajri kita sudah datang langsung memberi surat pagilan untuk datang sekolah kita punya catatannya” tegas Syafrinal

Disampaikan juga “saat ini sekolah memang kekurangan siswa dari tahun sebelumnya di karenakan kurangnya tamatan SD, selain aturan sistem Zonasi saat ini siswa juga banyak minat sekolah di MTS”. jelasnya

Eva (47th) orang tua Fajri saat ditanyakan kembali sehubungan dengan persoalan tersebut mengatakan “Apapun jawaban pihak sekolah, itu syah-syah saja. Yang jadi masalah bagi kita, kenapa pihak sekolah tidak memberitahu dan mendiskusikan tentang kekurangan ilmu pengetahuan anak sebelum diputuskan untuk tidak naik kelas bahkan yang sangat disayangkan perlakuan ini terjadi sebanyak 2 kali, kata

Selaku orang tua siswa, sebelumnya kita  masih tetap mengikuti aturan sekolah. Walaupun anak kita dikenakan denda keterlambatan, tidak masuk sekolah dengan alasan tertentu dan sumbangan- sumbangan lain dan sebagainya namun kita tidak pernah menolaknya .

Kita sangat kecewa terhadap pihak sekolah yang kurang membina dan tidak memikirkan psikologis anak kita, apakah memang demikian aturan sekolah yang sebenarnya ?,  tanyanya dengan nada kecewa.

Salah seorang Tokoh Masyarakat Linggo Sari Baganti dan juga Pemerhati Pendidikan yg enggan dituliskan nama di koran ini mengatakan bahwa pelaksanaan K.13 dalam kurikulum yang diterapkan tahun 2015, pada satuan pendidikan istilah tinggal kelas itu tidak ada, yang ada itu tuntas atau tidak tuntasnya mata pelajaran,  kalau ada Siswa yang belum tuntas maka,  kewajiban guru pengasuh melalui BK melakukan koordinasi memanggil orang tua siswa kesekolah menyampaikan tentang tidak tuntasnya pelajaran anaknya dan menyampaikan apa penyebabnya.

Prosedur ini harus dilakukan oleh pihak sekolah kalau tidak dilakukan pihak sekolah sudah melakukan kesalahan fatal

Semua kireteria tersebut harus dimuat di dokumen satu dan dokumen dua.

Dokumen tersebut harus ada sebelum proses belajar mengajar pada ajaran baru dimulai. Dikomen tersebut tersebut memuat kireteria kenaikan kelas. Kalau dua tahun tidak naik kelas berturut-turut, itu tidak pernah ada terjadi dan tidak perlu itu terjadi,  itu menjadi pertanyaan besar kepada guru pengasuh, berarti sekolah tidak melakukan proses pembelajaran yang benar kalau proses belajar mengajar dilakukan dengan benar itu tidak akan terjadi.tutupnya (Red)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *